Selasa, 10 Februari 2015


EKSISTENSI BANGSA INDONESIA DALAM PERGAULAN
DUNIA INTERNASIONAL

Junaidi Doni Luli
Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan
Universitas Negeri Malang
Email:
junaidi.bantel@gmail.com

Abstrak:
Sebagai salah satu bangsa dari sekian banyak bangsa di dunia, bangsa Indonesia sendiri seringkali aktif dalam pergaulan dunia internasional. Hal ini seiring diberlakukannya politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif, tanpa memihak pada kubu manapun. Dalam sejarah perjalanan dunia internasional, seringkali terjadi pasang surut baik itu yang berkaitan dengan ekonomi, politik, ideologi, sosial dan budaya, serta pertahanan dan keamanan. Hal ini sering menyebabkan ketidakseimbangan, karena terjadi pertentangan antar kelompok-kelompok kepentingan. Persoalan utama yang sering menjadi titik awal masalah adalah ideologi. Tentu kita tidak lupa pada sejarah dunia yang mana terjadi pertentangan antara blok barat dan blok timur yang masing-masing dimotori oleh Amerika Serikat (liberalism) dan Uni Soviet (comunism). Bangsa Indonesia bersama beberapa bangsa lain seperti India, Yugoslavia, Mesir, Zambia, Aljazair, Sri Lanka, Kuba, Zimbabwe, Kolombia, Afrika Selatan, dan Malaysia lebih memilih untuk tidak memihak (non blok). Di samping itu, telah terjadi dua Perang Dunia (PD I dan PD II) yang menelan banyak korban. Bangsa Indonesia sendiri memilih untuk tidak memihak pada blok manapun. Bangsa Indonesia lebih aktif dalam kegiatan perdamaian internasional dengan mengirim tentara-tentara perdamaian ke berbagai daerah konflik. Di samping itu juga bangsa Indonesia seringkali mengirim bantuan ke daerah-daerah yang terkena bencana. Hal ini simetris dengan salah satu tujuan negara Indonesia yaitu menciptakan perdamaian dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial sebagaimana amanat UUD 1945. Inilah spirit bangsa Indonesia dalam mewujudkan dunia yang aman, damai, dan tenteram.

Kata Kunci: bangsa Indonesia, hubungan internasional

            Dinamika-dinamika dunia internasional akhir-akhir ini banyak menghiasi media pemberitaan. Di antaranya adalah konflik di Timur Tengah, konflik di Afrika, konflik antara Rusia dan Ukraina, konflik antara India dan Pakistan di perbatasan Kashmir, konflik antara Israel dan Palestina di Gaza, konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan, dan berbagai kasus lain. Sebagai bentuk konsistensi terhadap cita-cita bangsanya, Indonesia secara aktif mendorong perdamaian di dunia internasional. Semenjak Indonesia masuk menjadi salah satu anggota PBB, Indonesia sendiri seringkali dimintai bantuan untuk mengirim pasukan perdamaian ke berbagai daerah konfik, tidak lain adalah untuk memulihkan keadaan dan perdamaian di daerah konflik tersebut. Di sini nampak bahwa Indonesia juga memainkan peran yang penting. Sebagaimana salah satu cita-cita dari negara ini yaitu menciptakan perdamaian abadi seturut pri kemanusiaan dan pri keadilan.
            Hubungan internasional sendiri konon berawal dari masa penjelajahan bumi oleh orang-orang Eropa seperti Portugis, Spanyol, Inggris, dan Belanda yang diawali oleh Christopher  Columbus (1492-1502). Meskipun waktu itu masih berorientasi untuk mencari daerah-daerah koloni, tetapi hal ini menjadi pembuka pintu adanya hubungan antar benua yang melewati samudera yang luas. Hubungan internasional saat ini sudah lebih banyak berorientasi pada pembangunan baik dalam hal ekonomi, politik, sosial dan budaya, pertahanan dan keamanan, dan lain sebagainya. Hal ini tentu simetris dengan pembangunan peradaban umat manusia ke arah yang lebih baik dalam segala aspek sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Ekspektasinya adalah hubungan-hubungan yang dibangun dapat memberikan dampak yang positif dan saling menguntungkan di antara negara-negara yang mengadakan hubungan internasional tersebut.

HUBUNGAN INTERNASIONAL DALAM PERSPEKTIF PANCASILA
            Zoon Politicon yang diutarakan oleh Aristoteles merupakan proyeksi bahwa manusia adalah makhluk politik sekaligus makhluk sosial. Atau dengan kata lain manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa manusia lain, begitu pula halnya suatu negara. Negara yang satu dengan negara yang lain mempunyai ikatan saling ketergantungan dalam membangun negerinya masing-masing. Hal ini sebagai implikasi dari persebaran Sumber Daya Alam (SDA) yang tidak merata di setiap negara, sehingga masing-masing negara saling membutuhkan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakatnya tentu dengan memanfaatkan Sumber Daya Alam dan kerja sama yang terjalin. Bangsa Indonesia sendiri telah menjalin kerja sama dengan negara yang cukup banyak di dunia ini, tujuannya tidak lain adalah untuk membangun negeri ini ke arah yang lebih baik entah dalam aspek ekonomi, politik, sosial dan budaya, pertahanan dan keamanan, maupun lainnya.
            Pancasila sendiri telah mengisyaratkan adanya gotong royong yang kalau kita interpretasikan dalam hubungan internasional adalah dalam wujud kerja sama (cooperation) antar negara yang mana di situ masing-masing negara mempunyai ekspektasi dari kerja sama itu sendiri sebagai sebuah kemanfaatan dalam menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Hal ini juga telah dimuat dalam pembukaan UUD 1945 terkhusus dalam alinea ke-IV. Nilai-nilai yang ada dalam ideologi Pancasila sendiri telah menggambarkan bagaimana menuju masyarakat yang berkeadilan sosial, bukan hanya dalam arti sempit yaitu bangsa Indonesia sendiri, tetapi juga masyarakat secara universal. Pemajuan peradaban umat manusia juga menjadi salah satu agenda dari negara Indonesia sendiri. Hal ini tentu simetris dengan nilai-nilai kemanusiaan yang dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia itu sendiri.
            Pancasila tidak menghendaki perbedaan yang ada dalam masyarakat dalam hal ini masyarakat dunia entah itu mengenai ideologi, ras, agama, suku, etnik, budaya, maupun latar belakang lainnya dijadikan alasan untuk mengharamkan adanya cooperation itu sendiri atau pun sebagai sumbu pemicu disintegrasi antar bangsa di dunia. Nilai kemanusiaan dan sama derajat antar sesama manusia sebagai hakekat dari makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa mesti dijunjung tinggi oleh siapa pun, bangsa mana pun, dan sampai kapan pun. Karena jikalau hal ini tidak diimplementasikan secara murni dan konsekuen, ia akan menjadi biang kerok terjadinya chaos. Karena situasi homo homini lopus akan muncul dan jelas bahwa kita tidak menginginkan hal itu terjadi.
            Sebagai makhluk politik dan sosial (zoon politicon) sebagaimana yang diungkapkan oleh Aristoteles, maka lumrah kalau seringkali antara manusia yang satu manusia dengan manusia yang lain atau bangsa yang satu dengan bangsa yang lain mengalami pertentangan kepentingan yang mana sesuai dengan apa yang masing-masing mereka perjuangkan. Tetapi jikalau hal ini tidak segera diselesaikan, maka jelas akan menimbulkan situasi yang tidak seimbang, bahkan dapat menimbulkan hal-hal yang bersifat destruktif atau pun perang. Maka hal ini perlu adanya tindakan-tindakan preventif (pencegahan) maupun tindakan represif (penindakan) dari lembaga-lembaga internasional yang telah diberikan kewenangan untuk mengambil langkah itu, misalnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau dalam bahasa Inggris disebut dengan United Nations (UN).
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sendiri melalui sejarah yang panjang, yang mana ia merupakan jelmaan dari Liga Bangsa-Bangsa (LBB) yang didirikan untuk mewujudkan perdamaian dunia yang muncul pada Perang Dunia I (1914-1918). Setelah melalui serangkaian pertemuan antar kepala negara atau delegasi, akhirnya United Nations (UN) secara resmi didirikan pada tanggal 24 Oktober 1945. Tujuan daripada Perserikatan Bangsa-Bangsa sendiri tercantum dalam preambule Piagam PBB yaitu: 1). Menyelamatkan generasi mendatang dari bencana perang, 2). Memperteguh kepercayaan pada hak-hak asasi manusia, harkat dan derajat diri manusia, dan persamaan hak bagi pria dan wanita, dan bagi semua bangsa, 3). Menciptakan keadaan yang memungkinkan terpeliharanya keadilan dan kehormatan, serta kewajiban yang timbul dari perjanjian internasional dan sumber hukum internasional lain, 4). Mendorong kemajuan sosial dan tingkat kehidupan yang lebih baik.
Di samping itu, dalam pasal 1 Piagam PBB juga disebutkan bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa mempunyai tujuan yaitu a). memelihara perdamaian dan keamanan internasional, b). memajukan hubungan persahabatan antara bangsa-bangsa, c). mewujudkan kerjasama internasional dalam memecahkan persoalan internasional dalam hal ekonomi, sosial, budaya, kemanusiaan, d). berusaha memberikan penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, tanpa membedakan apapun, e). menjadi pusat bagi terupayanya penyelarasan segala tindakan-tindakan bangsa dalam mencapai tujuan bersama. Perserikatan Bangsa-Bangsa sendiri mempunyai seorang Sekretaris Jenderal yang mempunyai wewenang sebagai berikut: 1.) Melaksanakan tugas-tugas administrasi PBB 2.) Menyusun laporan tahunan tentang kegiatan PBB yang harus disampaikan kepada Majelis Umum (MU) 3.) Menyiapkan, mengumumkan dan melaksanakan segala keperluan badan-badan PBB 4.) Mengajukan kepada DK PBB mengenai situasi yang menurut pendapatnya dapat membahayakan perdamaian internasional.
Jikalau kita telisik, tujuan daripada Perserikatan Bangsa-Bangsa ini simetris dengan tujuan nasional bangsa Indonesia sebagaimana apa yang digariskan oleh Pancasila dan UUD 1945. Sehingga sangat baik jikalau dalam mewujudkan tujuan dan cita-citanya bangsa Indonesia turut serta tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa ini. Karena asas akan persamaan kedudukan antar bangsa sangat dihormati. Di samping itu, dalam sejarah Republik Indonesia PBB juga telah membantu banyak dalam perjuangan mempertahankan kedaulatan NKRI termasuk mendesak Belanda agar mengakui kedaulatan Indonesia atas Papua Barat.
Tujuan-tujuan daripada Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United Nations dalam menjalin hubungan internasional antar negara di dunia juga sesungguhnya telah sesuai dengan apa yang digariskan oleh Pancasila. Meskipun demikian, kita jangan sampai lupa bahwa sesungguhnya ideologi kita adalah berbeda. Yang mana ada bangsa yang berideologikan liberalisme, ada pula yang berideologikan komunisme. Pancasila sendiri mempunyai posisi yang berbeda dari kedua ideologi ini, karena ia bersumber daripada nilai-nilai luhur yang hidup dalam masyarakat Indonesia. Nilai-nilai itu telah termuat dalam sila-sila Pancasila dan perlu untuk kita implementasikan secara nyata dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pancasila sendiri sebagai ideologi, dasar negara, sekaligus grundnorm dalam segala pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk bagi pemerintah sebagai pemegang tampuk birokrasi. Pancasila sendiri bersifat mutlak, setiap Warga Negara Indonesia (WNI) mesti menjunjung tinggi nilai-nilainya sekaligus mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila juga termasuk legal formalnya segala tindakan pemerintah, sehingga sangatlah ditentang jika tindakan itu asimetris dengan nilai-nilai Pancasila. Tidak dapat kita pungkiri atau pun kita persoalkan eksistensi Pancasila sebagai asas tertinggi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dan juga dalam kehidupan bermasyarakat.
                                                               
HUBUNGAN INTERNASIONAL DALAM RANGKA MEWUJUDKAN CITA-CITA NASIONAL BANGSA INDONESIA
            Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sendiri telah dianugerahi dengan banyak Sumber Daya Alam (SDA) yang terbentang di sepanjang kepulauan Nusantara. Di samping itu, keadaan masyarakatnya yang heterogen terdiri dari beragam suku, etnik, agama, ras, dan budaya telah memberi warna tersendiri bagi bangsa Indonesia. Meskipun demikian, bangsa Indonesia dalam rangka membangun negeri dan memajukan kesejahteraan masyarakatnya tidak dapat berjalan sendiri. Karena kalau ditinjau dari aspek teknologi, bangsa Indonesia sendiri masih belum menguasai sepenuhnya. Sehingga dengan demikian ia membutuhkan kerja sama (cooperation) dengan negara lain dalam mengelola Sumber Daya Alam yang ada sebesar-besarnya untuk kemakmuran seluruh rakyat Indonesia, meskipun dengan sistem bagi hasil dengan negara penyumbang teknologi. Namun, esensi dari Pasal 33 UUD 1945 diharapkan betul-betul diperhatikan oleh pemerintah ketika melakukan kontrak kerja dengan pihak asing dalam mengelola Sumber Daya Alam yang ada di sepanjang kepulauan Nusantara sehingga cita-cita daripada negara ini dapat dirasakan secara nyata oleh seluruh rakyat Indonesia.
            Di samping itu, cita-cita bangsa Indonesia dalam mewujudkan perdamaian dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial juga gencar dilakukan oleh Indonesia. Republik Indonesia sendiri aktif mendorong perdamaian dunia, dengan cara seringkali terlibat dalam forum-forum dunia yang mendorong penyelesaian sengketa antar negara seperti di Gaza dilakukan secara damai, sehingga tidak menimbulkan penderitaan rakyat secara berkepanjangan. Karena hal ini jelas akan berdampak luas dan di rasakan oleh seluruh dunia, dan juga dapat menimbulkan ketidakseimbangan dunia internasional jikalau tidak ditanggapi secara serius. Dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan, hal ini bisa terselesaikan manakala kedua belah pihak bersedia mengambil jalan damai. Tetapi bisa juga dipaksakan oleh lembaga internasional seperti PBB, dengan mengatasnamakan nilai kemanusiaan dan keadilan tersebut. Karena PBB sendiri dibentuk tidak lain adalah mewujudkan perdamaian dunia secara menyeluruh dengan menghormati persamaan akan kedudukan setiap bangsa, tanpa membeda-bedakan apapun.
            Selain cooperation dalam hal teknologi, tetapi juga dalam hal pembangunan ekonomi, sosial dan budaya. Yang mana tidak lain adalah merupakan bagian dari cita-cita nasional bangsa Indonesia, pada akhirnya adalah sebesar-besarnya untuk peningkatan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan. Dalam bidang ekonomi, selain menjalin kerja sama dengan bangsa lain seperti Amerika Serikat, China, Inggris, dan lain-lain tetapi juga bangsa Indonesia telah menjalin suatu hubungan ekonomi di antara bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) yang lazim disebut dengan istilah Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang gencar dilakukan pada tahun 2015 ini. Bangsa Indonesia sebagai salah satu pion dalam percaturan dunia internasional khususnya di Asia Tenggara menempati posisi yang sangat penting yang mana Indonesia merupakan negeri agraris sekaligus maritim. Sehingga ia menjadi salah satu motor penggerak MEA di samping negara-negara di Asia Tenggara lainnya.
            Di samping itu, Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) juga telah membuka kran pasar bebas di antara negara-negara yang tergabung di dalamnya, termasuk Indonesia. Para pemimpin di kawasan Asia Tenggara telah menyepakati membentuk sebuah pasar tunggal di kawasan ini. Ini dilakukan agar daya saing ASEAN meningkat serta bisa menyaingi Cina dan India untuk menarik investasi asing. Penanaman modal asing di wilayah ini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan. Tetapi yang jelas bahwa kompetisi akan semakin ketat. Sehingga Indonesia diharapkan untuk lebih mempersiapkan diri dalam menghadapi MEA agar tidak ketinggalan dari negara-negara ASEAN lainnya.
            Masih berkaitan dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), Organisasi Perburuhan Dunia atau ILO membeberkan bahwa pada tahun 2015 ini permintaan tenaga kerja profesional akan naik 41% atau sekitar 14 juta. Sementara permintaan akan tenaga kerja kelas menengah akan naik 22% atau 38 juta, sementara tenaga kerja level rendah meningkat 24% atau 12 juta. Dengan melihat prediksi dari ILO, maka kita dapat menarik konklusi bahwa persaingan atau kompetisi dalam mendapatkan pekerjaan akan semakin ketat. Jikalau tidak dibarengi dengan keahlian atau keterampilan (skills), maka jelas tenaga kerja Indonesia akan semakin ketinggalan. Ini yang penting untuk diantisipasi oleh pemerintah dalam menciptakan tenaga kerja yang handal, profesional, dan mampu bersaing di era MEA ini.
            Dalam bidang pendidikan, sosial dan budaya, bangsa Indonesia juga aktif dalam melakukan cooperation dengan negara lain. Tujuannya tidak lain adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang maju, serta pemenuhan akan tuntutan kehidupan yang lebih layak bagi masyarakat. Untuk bidang pendidikan sendiri, pemerintah telah berkewajiban untuk menyelenggarakannya bagi seluruh warga negara yang termuat dalam pasal 31 UUD 1945. Di samping itu, negara juga berkewajiban untuk memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. Di dalam PBB sendiri telah ada United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), yang bertugas untuk membantu pengembangan ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan pendidikan.

HUBUNGAN INTERNASIONAL, GLOBALISASI, DAN PANCASILA
Dunia internasional saat ini sedang mengalami suatu hal yang namanya globalisasi, yang mana perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi (IPTEK) yang kian pesat sehingga bumi seolah-olah tanpa batas. Segala peristiwa yang terjadi di ujung dunia sana dapat kita ketahui dalam hitungan menit. Memang secara kualitas dan kuantitas hal ini mengalami progress, tetapi jikalau tidak melalui suatu proses filterisasi dengan baik maka ia akan menjadi satu ancaman. Karena mental generasi muda maupun masyarakat secara keseluruhan akan berubah menjadi materialistis, pragmatis, dan lebih mementingkan diri sendiri dibandingkan kepentingan sosial. Hal ini juga bisa menjadi penyebab terjadinya krisis multi dimensi.
            Dengan demikian, maka pendidikan berbasis karakter yang terdapat dalam nilai-nilai Pancasila sebagaimana yang hidup dalam masyarakat Indonesia mesti digencarkan dalam setiap lini pendidikan baik formal, informal, maupun non formal. Karena dari ketiga sektor ini memiliki kaitan yang erat dalam membentuk karakter seorang anak sehingga kelak ia akan mempunyai kepribadian yang utuh, baik secara jasmani maupun rohani dalam membangun Ibu Pertiwi ke arah yang telah dicita-citakan sebagaimana terproyeksikan dalam sila-sila Pancasila dan pembukaan UUD 1945.
            Dunia internasional yang penuh dengan kompetisi sangat memerlukan generasi yang tangguh dan tanggap akan teknologi dalam rangka meningkatkan taraf hidupnya serta masyarakat secara keseluruhan. Meskipun dalam hubungan internasional telah dijunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan, namun pribadi yang profesional serta mampu bersaing dalam dunia global merupakan hal yang perlu. Karena tuntutan akan hal ini semakin meningkat seiring perkembangan IPTEK itu sendiri. Manusia akan dituntut secepat mesin, kreatif, serta inovatif dalam melahirkan terobosan-terobosan untuk menghadapi tantangan kehidupan.
            Dengan karakteristik dan ideologi masing-masing bangsa, maka bangsa Indonesia mesti kembali kepada Pancasila sebagai ukuran dalam menentukan kadar manusia Indonesia yang ideal seiring tuntutan perubahan jaman yang terus bergulir. Hal ini tidak lain adalah sebagai bentuk konsistensi kita dalam melaksanakan apa yang ada dalam Pancasila itu sendiri sebagai konsekuensi logis dari hakekatnya sebagai ideologi bangsa kita. Ia juga sebagai nilai dan karakter bangsa Indonesia yang gemar akan gotong royong, persatuan, religius, serta kekeluargaan sesuai nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pancasila serta nilai-nilai religius yang hidup dalam masyarakat dapat kita jadikan sebagai tameng atau perisai dalam menghadapi gempuran globalisasi yang kian menggeliat dari waktu ke waktu.
            Cooperation baik dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya, pertahanan dan keamanan sebagai esensi dari hubungan internasional yang terjalin mesti disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik dari masing-masing bangsa termasuk di Indonesia sehingga tidak menimbulkan pemudaran daripada jati diri dari bangsa itu sendiri. Nilai dan budaya sebagai identitas sekaligus karakteristik bangsa Indonesia mesti diperhatikan oleh seluruh elemen bangsa ini, bukan hanya oleh pemerintah atau pun kelompok-kelompok tertentu. Gaya hidup yang materialistis dan pragmatis merupakan salah satu dari sekian banyak gejala akan adanya tindakan meninggalkan identitas bangsa ini. Pancasila juga mesti dipandang sebagai satu berkah bagi bangsa yang pluralis ini, karena tanpa Pancasila bangsa ini mungkin sudah tercerai berai. Untuk menjamin agar bangsa ini tidak mengalami disintegrasi, maka pengamalan nilai-nilai Pancasila sudah semestinya dilakukan oleh seluruh elemen bangsa Indonesia tanpa memandang latar apa pun serta tidak dapat ditunda lagi.
            Tanpa kita sadari, pengaruh globalisasi juga dapat mendisintegrasi bangsa kita. Munculnya gerakan-gerakan separatis yang hendak memisahkan diri dari NKRI, serta gejolak-gejolak sosial lainnya dalam masyarakat merupakan akibat dari terpengaruhnya pola pikir segelintir orang dalam mempengaruhi orang lain dengan media teknologi informasi sebagai sarana penyaluran pikiran-pikiran radikalis yang jikalau tidak difilterisasi secara baik maka jelas masyarakat akan sangat dengan mudah terintervensi. Dengan demikian, dapat kita tarik konklusinya bahwa sesungguhnya globalisasi mempunyai dua sisi yaitu sisi positif dan sisi negatif. Sisi positif perlu kita ambil untuk memperbaiki atau mengembangkan diri dalam rangka meningkatkan kualitas pribadi dan taraf hidup bermasyarakat. Sisi negatif perlu kita tinggalkan, karena ia hanya akan menjadi benalu dan virus yang dapat memecah belah persatuan bangsa sekaligus merusak karakter-karakter luhur bangsa kita.

PENUTUP
            Sebagai salah satu pion dalam percaturan dunia internasional, Indonesia merupakan salah satu negara yang menempati posisi penting karena ia sebagai salah satu negara agraris sekaligus maritim dengan Sumber Daya Alam-nya yang melimpah ruah. Meskipun demikian, Indonesia sendiri masih sangat membutuhkan cooperation atau kerja sama dengan negara lain dalam membangun Ibu Pertiwi. Hal ini sebagai konsekuensi dari masih sedikitnya tenaga ahli (Sumber Daya Manusia) yang handal dalam mengelola segala Sumber Daya Alam yang ada untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana amanat UUD 1945 (pasal 33).
            Dengan melakukan kerja sama dengan negara lain dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya, serta pertahanan dan keamanan, ekspektasinya adalah semua ini dapat membawa implikasi yang positif  bagi kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Karena masyarakatlah yang menjadi sasaran dari semua cooperation itu dalam rangka mengupayakan pemajuan dan peningkatan taraf hidup secara keseluruhan. Sebagaimana cita-cita negara proklamasi 17 Agustus 1945 yang telah tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi serta sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam sila-sila Pancasila.
            Bangsa Indonesia sendiri telah mempunyai rambu-rambu pembangunan, baik pembangunan dalam bidang ilmu pengetahuan, ekonomi, hukum, sosial dan budaya yaitu Pancasila. Dengan rambu-rambu yang sudah ada, tinggal bagaimana menjalankan semua itu sejalan dengan relnya yang sudah ada yaitu Pancasila itu sendiri. Sehingga globalisasi yang sedang menerpa segala penjuru dunia dapat kita hadapi tanpa merasa takut akan kehilangan jati diri. Gaya hidup yang materialistis dan pragmatis bukan merupakan karakter bangsa Indonesia, karakter bangsa Indonesia adalah gemar akan gotong royong, gemar akan kebersamaan, dan saling menghormati antara yang satu dengan yang lain tanpa melihat dia orang kaya atau miskin, dia bangsawan atau masyarakat biasa, dia berkulit hitam atau putih, dia petani atau konglomerat, dan lain sebagainya. Hakekat yang sama yaitu sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa mesti kita junjung tinggi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar