EKSISTENSI
BANGSA INDONESIA DALAM PERGAULAN
DUNIA INTERNASIONAL
DUNIA INTERNASIONAL
Junaidi
Doni Luli
Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan
Universitas Negeri Malang
Email: junaidi.bantel@gmail.com
Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan
Universitas Negeri Malang
Email: junaidi.bantel@gmail.com
Abstrak: Sebagai salah satu bangsa dari sekian banyak bangsa di dunia, bangsa Indonesia sendiri seringkali aktif dalam pergaulan dunia internasional. Hal ini seiring diberlakukannya politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif, tanpa memihak pada kubu manapun. Dalam sejarah perjalanan dunia internasional, seringkali terjadi pasang surut baik itu yang berkaitan dengan ekonomi, politik, ideologi, sosial dan budaya, serta pertahanan dan keamanan. Hal ini sering menyebabkan ketidakseimbangan, karena terjadi pertentangan antar kelompok-kelompok kepentingan. Persoalan utama yang sering menjadi titik awal masalah adalah ideologi. Tentu kita tidak lupa pada sejarah dunia yang mana terjadi pertentangan antara blok barat dan blok timur yang masing-masing dimotori oleh Amerika Serikat (liberalism) dan Uni Soviet (comunism). Bangsa Indonesia bersama beberapa bangsa lain seperti India, Yugoslavia, Mesir, Zambia, Aljazair, Sri Lanka, Kuba, Zimbabwe, Kolombia, Afrika Selatan, dan Malaysia lebih memilih untuk tidak memihak (non blok). Di samping itu, telah terjadi dua Perang Dunia (PD I dan PD II) yang menelan banyak korban. Bangsa Indonesia sendiri memilih untuk tidak memihak pada blok manapun. Bangsa Indonesia lebih aktif dalam kegiatan perdamaian internasional dengan mengirim tentara-tentara perdamaian ke berbagai daerah konflik. Di samping itu juga bangsa Indonesia seringkali mengirim bantuan ke daerah-daerah yang terkena bencana. Hal ini simetris dengan salah satu tujuan negara Indonesia yaitu menciptakan perdamaian dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial sebagaimana amanat UUD 1945. Inilah spirit bangsa Indonesia dalam mewujudkan dunia yang aman, damai, dan tenteram.
Kata Kunci: bangsa Indonesia, hubungan internasional
Dinamika-dinamika dunia internasional akhir-akhir ini banyak menghiasi media pemberitaan. Di antaranya adalah konflik di Timur Tengah, konflik di Afrika, konflik antara Rusia dan Ukraina, konflik antara India dan Pakistan di perbatasan Kashmir, konflik antara Israel dan Palestina di Gaza, konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan, dan berbagai kasus lain. Sebagai bentuk konsistensi terhadap cita-cita bangsanya, Indonesia secara aktif mendorong perdamaian di dunia internasional. Semenjak Indonesia masuk menjadi salah satu anggota PBB, Indonesia sendiri seringkali dimintai bantuan untuk mengirim pasukan perdamaian ke berbagai daerah konfik, tidak lain adalah untuk memulihkan keadaan dan perdamaian di daerah konflik tersebut. Di sini nampak bahwa Indonesia juga memainkan peran yang penting. Sebagaimana salah satu cita-cita dari negara ini yaitu menciptakan perdamaian abadi seturut pri kemanusiaan dan pri keadilan.
Hubungan internasional sendiri konon berawal dari masa
penjelajahan bumi oleh orang-orang Eropa seperti Portugis, Spanyol, Inggris,
dan Belanda yang diawali oleh Christopher Columbus (1492-1502). Meskipun waktu itu masih
berorientasi untuk mencari daerah-daerah koloni, tetapi hal ini menjadi pembuka
pintu adanya hubungan antar benua yang melewati samudera yang luas. Hubungan
internasional saat ini sudah lebih banyak berorientasi pada pembangunan baik
dalam hal ekonomi, politik, sosial dan budaya, pertahanan dan keamanan, dan
lain sebagainya. Hal ini tentu simetris dengan pembangunan peradaban umat
manusia ke arah yang lebih baik dalam segala aspek sebagaimana yang telah
disebutkan di atas. Ekspektasinya adalah hubungan-hubungan yang dibangun dapat
memberikan dampak yang positif dan saling menguntungkan di antara negara-negara
yang mengadakan hubungan internasional tersebut.
HUBUNGAN INTERNASIONAL DALAM PERSPEKTIF PANCASILA
Zoon
Politicon yang diutarakan oleh Aristoteles merupakan proyeksi
bahwa manusia adalah makhluk politik sekaligus makhluk sosial. Atau dengan kata
lain manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa manusia lain, begitu pula halnya
suatu negara. Negara yang satu dengan negara yang lain mempunyai ikatan saling
ketergantungan dalam membangun negerinya masing-masing. Hal ini sebagai
implikasi dari persebaran Sumber Daya Alam (SDA) yang tidak merata di setiap
negara, sehingga masing-masing negara saling membutuhkan untuk meningkatkan
taraf hidup masyarakatnya tentu dengan memanfaatkan Sumber Daya Alam dan kerja
sama yang terjalin. Bangsa Indonesia sendiri telah menjalin kerja sama dengan
negara yang cukup banyak di dunia ini, tujuannya tidak lain adalah untuk
membangun negeri ini ke arah yang lebih baik entah dalam aspek ekonomi,
politik, sosial dan budaya, pertahanan dan keamanan, maupun lainnya.
Pancasila sendiri telah mengisyaratkan adanya gotong
royong yang kalau kita interpretasikan dalam hubungan internasional adalah
dalam wujud kerja sama (cooperation)
antar negara yang mana di situ masing-masing negara mempunyai ekspektasi dari
kerja sama itu sendiri sebagai sebuah kemanfaatan dalam menuju masyarakat yang
adil, makmur, dan sejahtera. Hal ini juga telah dimuat dalam pembukaan UUD 1945
terkhusus dalam alinea ke-IV. Nilai-nilai yang ada dalam ideologi Pancasila
sendiri telah menggambarkan bagaimana menuju masyarakat yang berkeadilan
sosial, bukan hanya dalam arti sempit yaitu bangsa Indonesia sendiri, tetapi
juga masyarakat secara universal. Pemajuan peradaban umat manusia juga menjadi
salah satu agenda dari negara Indonesia sendiri. Hal ini tentu simetris dengan nilai-nilai
kemanusiaan yang dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia itu sendiri.
Pancasila tidak menghendaki perbedaan yang ada dalam
masyarakat dalam hal ini masyarakat dunia entah itu mengenai ideologi, ras,
agama, suku, etnik, budaya, maupun latar belakang lainnya dijadikan alasan
untuk mengharamkan adanya cooperation
itu sendiri atau pun sebagai sumbu pemicu disintegrasi antar bangsa di dunia.
Nilai kemanusiaan dan sama derajat antar sesama manusia sebagai hakekat dari
makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa mesti dijunjung tinggi oleh siapa pun,
bangsa mana pun, dan sampai kapan pun. Karena jikalau hal ini tidak
diimplementasikan secara murni dan konsekuen, ia akan menjadi biang kerok
terjadinya chaos. Karena situasi homo homini lopus akan muncul dan jelas
bahwa kita tidak menginginkan hal itu terjadi.
Sebagai makhluk politik dan sosial (zoon politicon) sebagaimana yang diungkapkan oleh Aristoteles, maka
lumrah kalau seringkali antara manusia yang satu manusia dengan manusia yang
lain atau bangsa yang satu dengan bangsa yang lain mengalami pertentangan
kepentingan yang mana sesuai dengan apa yang masing-masing mereka perjuangkan.
Tetapi jikalau hal ini tidak segera diselesaikan, maka jelas akan menimbulkan
situasi yang tidak seimbang, bahkan dapat menimbulkan hal-hal yang bersifat
destruktif atau pun perang. Maka hal ini perlu adanya tindakan-tindakan
preventif (pencegahan) maupun tindakan represif (penindakan) dari
lembaga-lembaga internasional yang telah diberikan kewenangan untuk mengambil
langkah itu, misalnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau dalam bahasa
Inggris disebut dengan United Nations
(UN).
Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) sendiri melalui sejarah yang panjang, yang mana ia
merupakan jelmaan dari Liga Bangsa-Bangsa (LBB) yang didirikan untuk mewujudkan
perdamaian dunia yang muncul pada Perang Dunia I (1914-1918). Setelah melalui
serangkaian pertemuan antar kepala negara atau delegasi, akhirnya United Nations (UN) secara resmi
didirikan pada tanggal 24 Oktober 1945. Tujuan daripada Perserikatan
Bangsa-Bangsa sendiri tercantum dalam preambule Piagam PBB yaitu: 1).
Menyelamatkan generasi mendatang dari bencana perang, 2). Memperteguh kepercayaan pada hak-hak asasi manusia,
harkat dan derajat diri manusia, dan persamaan hak bagi pria dan wanita, dan
bagi semua bangsa, 3). Menciptakan keadaan yang memungkinkan terpeliharanya
keadilan dan kehormatan, serta kewajiban yang timbul dari perjanjian
internasional dan sumber hukum internasional lain, 4). Mendorong kemajuan
sosial dan tingkat kehidupan yang lebih baik.
Di samping itu, dalam pasal 1 Piagam PBB juga
disebutkan bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa mempunyai tujuan yaitu a). memelihara
perdamaian dan keamanan internasional, b).
memajukan hubungan persahabatan antara bangsa-bangsa, c). mewujudkan
kerjasama internasional dalam memecahkan persoalan internasional dalam hal
ekonomi, sosial, budaya, kemanusiaan, d). berusaha memberikan penghargaan terhadap hak-hak
asasi manusia, tanpa membedakan apapun, e). menjadi pusat bagi terupayanya
penyelarasan segala tindakan-tindakan bangsa dalam mencapai tujuan bersama. Perserikatan
Bangsa-Bangsa sendiri mempunyai seorang Sekretaris Jenderal yang mempunyai
wewenang sebagai berikut: 1.) Melaksanakan tugas-tugas administrasi PBB 2.) Menyusun
laporan tahunan tentang kegiatan PBB yang harus disampaikan kepada Majelis Umum
(MU) 3.) Menyiapkan, mengumumkan dan melaksanakan segala keperluan badan-badan
PBB 4.) Mengajukan kepada DK PBB mengenai situasi yang menurut pendapatnya
dapat membahayakan perdamaian internasional.
Jikalau kita telisik, tujuan daripada Perserikatan
Bangsa-Bangsa ini simetris dengan tujuan nasional bangsa Indonesia sebagaimana
apa yang digariskan oleh Pancasila dan UUD 1945. Sehingga sangat baik jikalau
dalam mewujudkan tujuan dan cita-citanya bangsa Indonesia turut serta tergabung
dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa ini. Karena asas akan persamaan kedudukan antar
bangsa sangat dihormati. Di samping itu, dalam sejarah Republik Indonesia PBB
juga telah membantu banyak dalam perjuangan mempertahankan kedaulatan NKRI
termasuk mendesak Belanda agar mengakui kedaulatan Indonesia atas Papua Barat.
Tujuan-tujuan daripada Perserikatan Bangsa-Bangsa
atau United Nations dalam menjalin
hubungan internasional antar negara di dunia juga sesungguhnya telah sesuai
dengan apa yang digariskan oleh Pancasila. Meskipun demikian, kita jangan
sampai lupa bahwa sesungguhnya ideologi kita adalah berbeda. Yang mana ada
bangsa yang berideologikan liberalisme, ada pula yang berideologikan komunisme.
Pancasila sendiri mempunyai posisi yang berbeda dari kedua ideologi ini, karena
ia bersumber daripada nilai-nilai luhur yang hidup dalam masyarakat Indonesia.
Nilai-nilai itu telah termuat dalam sila-sila Pancasila dan perlu untuk kita
implementasikan secara nyata dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Pancasila sendiri sebagai ideologi, dasar negara,
sekaligus grundnorm dalam segala
pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk bagi pemerintah sebagai
pemegang tampuk birokrasi. Pancasila sendiri bersifat mutlak, setiap Warga
Negara Indonesia (WNI) mesti menjunjung tinggi nilai-nilainya sekaligus
mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila juga termasuk legal
formalnya segala tindakan pemerintah, sehingga sangatlah ditentang jika
tindakan itu asimetris dengan nilai-nilai Pancasila. Tidak dapat kita pungkiri
atau pun kita persoalkan eksistensi Pancasila sebagai asas tertinggi dalam
penyelenggaraan pemerintahan, dan juga dalam kehidupan bermasyarakat.
HUBUNGAN INTERNASIONAL DALAM RANGKA MEWUJUDKAN CITA-CITA NASIONAL BANGSA INDONESIA
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sendiri telah
dianugerahi dengan banyak Sumber Daya Alam (SDA) yang terbentang di sepanjang
kepulauan Nusantara. Di samping itu, keadaan masyarakatnya yang heterogen
terdiri dari beragam suku, etnik, agama, ras, dan budaya telah memberi warna
tersendiri bagi bangsa Indonesia. Meskipun demikian, bangsa Indonesia dalam
rangka membangun negeri dan memajukan kesejahteraan masyarakatnya tidak dapat
berjalan sendiri. Karena kalau ditinjau dari aspek teknologi, bangsa Indonesia
sendiri masih belum menguasai sepenuhnya. Sehingga dengan demikian ia
membutuhkan kerja sama (cooperation)
dengan negara lain dalam mengelola Sumber Daya Alam yang ada sebesar-besarnya
untuk kemakmuran seluruh rakyat Indonesia, meskipun dengan sistem bagi hasil
dengan negara penyumbang teknologi. Namun, esensi dari Pasal 33 UUD 1945
diharapkan betul-betul diperhatikan oleh pemerintah ketika melakukan kontrak
kerja dengan pihak asing dalam mengelola Sumber Daya Alam yang ada di sepanjang
kepulauan Nusantara sehingga cita-cita daripada negara ini dapat dirasakan
secara nyata oleh seluruh rakyat Indonesia.
Di samping itu, cita-cita bangsa Indonesia dalam
mewujudkan perdamaian dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial juga gencar dilakukan oleh Indonesia. Republik Indonesia
sendiri aktif mendorong perdamaian dunia, dengan cara seringkali terlibat dalam
forum-forum dunia yang mendorong penyelesaian sengketa antar negara seperti di
Gaza dilakukan secara damai, sehingga tidak menimbulkan penderitaan rakyat
secara berkepanjangan. Karena hal ini jelas akan berdampak luas dan di rasakan
oleh seluruh dunia, dan juga dapat menimbulkan ketidakseimbangan dunia
internasional jikalau tidak ditanggapi secara serius. Dengan menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan, hal ini bisa terselesaikan manakala kedua
belah pihak bersedia mengambil jalan damai. Tetapi bisa juga dipaksakan oleh
lembaga internasional seperti PBB, dengan mengatasnamakan nilai kemanusiaan dan
keadilan tersebut. Karena PBB sendiri dibentuk tidak lain adalah mewujudkan
perdamaian dunia secara menyeluruh dengan menghormati persamaan akan kedudukan
setiap bangsa, tanpa membeda-bedakan apapun.
Selain cooperation
dalam hal teknologi, tetapi juga dalam hal pembangunan ekonomi, sosial dan
budaya. Yang mana tidak lain adalah merupakan bagian dari cita-cita nasional
bangsa Indonesia, pada akhirnya adalah sebesar-besarnya untuk peningkatan taraf
hidup masyarakat secara keseluruhan. Dalam bidang ekonomi, selain menjalin kerja
sama dengan bangsa lain seperti Amerika Serikat, China, Inggris, dan lain-lain
tetapi juga bangsa Indonesia telah menjalin suatu hubungan ekonomi di antara
bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) yang lazim disebut dengan istilah
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang gencar dilakukan pada tahun 2015 ini.
Bangsa Indonesia sebagai salah satu pion dalam percaturan dunia internasional
khususnya di Asia Tenggara menempati posisi yang sangat penting yang mana
Indonesia merupakan negeri agraris sekaligus maritim. Sehingga ia menjadi salah
satu motor penggerak MEA di samping negara-negara di Asia Tenggara lainnya.
Di samping itu, Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) juga telah
membuka kran pasar bebas di antara negara-negara yang tergabung di dalamnya,
termasuk Indonesia. Para pemimpin di kawasan Asia Tenggara telah menyepakati
membentuk sebuah pasar tunggal di kawasan ini. Ini dilakukan agar daya saing
ASEAN meningkat serta bisa menyaingi Cina dan India untuk menarik investasi
asing. Penanaman modal asing di wilayah ini sangat dibutuhkan untuk
meningkatkan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan. Tetapi yang
jelas bahwa kompetisi akan semakin ketat. Sehingga Indonesia diharapkan untuk
lebih mempersiapkan diri dalam menghadapi MEA agar tidak ketinggalan dari
negara-negara ASEAN lainnya.
Masih berkaitan dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA),
Organisasi Perburuhan Dunia atau ILO membeberkan bahwa pada tahun 2015 ini permintaan tenaga kerja profesional akan naik 41%
atau sekitar 14 juta. Sementara permintaan akan tenaga kerja kelas menengah
akan naik 22% atau 38 juta, sementara tenaga kerja level rendah meningkat 24%
atau 12 juta. Dengan melihat prediksi dari ILO, maka kita dapat menarik
konklusi bahwa persaingan atau kompetisi dalam mendapatkan pekerjaan akan
semakin ketat. Jikalau tidak dibarengi dengan keahlian atau keterampilan (skills), maka jelas tenaga kerja
Indonesia akan semakin ketinggalan. Ini yang penting untuk diantisipasi oleh
pemerintah dalam menciptakan tenaga kerja yang handal, profesional, dan mampu bersaing
di era MEA ini.
Dalam
bidang pendidikan, sosial dan budaya, bangsa Indonesia juga aktif dalam
melakukan cooperation dengan negara
lain. Tujuannya tidak lain adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang maju,
serta pemenuhan akan tuntutan kehidupan yang lebih layak bagi masyarakat. Untuk
bidang pendidikan sendiri, pemerintah telah berkewajiban untuk
menyelenggarakannya bagi seluruh warga negara yang termuat dalam pasal 31 UUD
1945. Di samping itu, negara juga berkewajiban untuk memajukan
kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin
kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.
Di dalam PBB sendiri telah ada United
Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), yang bertugas untuk membantu pengembangan
ilmu pengetahuan,
kebudayaan, dan pendidikan.
HUBUNGAN INTERNASIONAL, GLOBALISASI, DAN PANCASILA
Dunia
internasional saat ini sedang mengalami suatu hal yang namanya globalisasi,
yang mana perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi (IPTEK) yang
kian pesat sehingga bumi seolah-olah tanpa batas. Segala peristiwa yang terjadi
di ujung dunia sana dapat kita ketahui dalam hitungan menit. Memang secara
kualitas dan kuantitas hal ini mengalami progress,
tetapi jikalau tidak melalui suatu proses filterisasi dengan baik maka ia akan
menjadi satu ancaman. Karena mental generasi muda maupun masyarakat secara
keseluruhan akan berubah menjadi materialistis, pragmatis, dan lebih
mementingkan diri sendiri dibandingkan kepentingan sosial. Hal ini juga bisa
menjadi penyebab terjadinya krisis multi dimensi.
Dengan
demikian, maka pendidikan berbasis karakter yang terdapat dalam nilai-nilai
Pancasila sebagaimana yang hidup dalam masyarakat Indonesia mesti digencarkan
dalam setiap lini pendidikan baik formal, informal, maupun non formal. Karena
dari ketiga sektor ini memiliki kaitan yang erat dalam membentuk karakter
seorang anak sehingga kelak ia akan mempunyai kepribadian yang utuh, baik
secara jasmani maupun rohani dalam membangun Ibu Pertiwi ke arah yang telah
dicita-citakan sebagaimana terproyeksikan dalam sila-sila Pancasila dan
pembukaan UUD 1945.
Dunia
internasional yang penuh dengan kompetisi sangat memerlukan generasi yang
tangguh dan tanggap akan teknologi dalam rangka meningkatkan taraf hidupnya
serta masyarakat secara keseluruhan. Meskipun dalam hubungan internasional
telah dijunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan, namun pribadi yang
profesional serta mampu bersaing dalam dunia global merupakan hal yang perlu.
Karena tuntutan akan hal ini semakin meningkat seiring perkembangan IPTEK itu
sendiri. Manusia akan dituntut secepat mesin, kreatif, serta inovatif dalam
melahirkan terobosan-terobosan untuk menghadapi tantangan kehidupan.
Dengan
karakteristik dan ideologi masing-masing bangsa, maka bangsa Indonesia mesti
kembali kepada Pancasila sebagai ukuran dalam menentukan kadar manusia
Indonesia yang ideal seiring tuntutan perubahan jaman yang terus bergulir. Hal
ini tidak lain adalah sebagai bentuk konsistensi kita dalam melaksanakan apa
yang ada dalam Pancasila itu sendiri sebagai konsekuensi logis dari hakekatnya
sebagai ideologi bangsa kita. Ia juga sebagai nilai dan karakter bangsa
Indonesia yang gemar akan gotong royong, persatuan, religius, serta
kekeluargaan sesuai nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa. Pancasila serta nilai-nilai religius yang hidup dalam masyarakat
dapat kita jadikan sebagai tameng atau perisai dalam menghadapi gempuran
globalisasi yang kian menggeliat dari waktu ke waktu.
Cooperation baik dalam bidang ekonomi,
sosial dan budaya, pertahanan dan keamanan sebagai esensi dari hubungan
internasional yang terjalin mesti disesuaikan dengan kebutuhan dan
karakteristik dari masing-masing bangsa termasuk di Indonesia sehingga tidak
menimbulkan pemudaran daripada jati diri dari bangsa itu sendiri. Nilai dan
budaya sebagai identitas sekaligus karakteristik bangsa Indonesia mesti
diperhatikan oleh seluruh elemen bangsa ini, bukan hanya oleh pemerintah atau
pun kelompok-kelompok tertentu. Gaya hidup yang materialistis dan pragmatis
merupakan salah satu dari sekian banyak gejala akan adanya tindakan
meninggalkan identitas bangsa ini. Pancasila juga mesti dipandang sebagai satu
berkah bagi bangsa yang pluralis ini, karena tanpa Pancasila bangsa ini mungkin
sudah tercerai berai. Untuk menjamin agar bangsa ini tidak mengalami
disintegrasi, maka pengamalan nilai-nilai Pancasila sudah semestinya dilakukan
oleh seluruh elemen bangsa Indonesia tanpa memandang latar apa pun serta tidak
dapat ditunda lagi.
Tanpa
kita sadari, pengaruh globalisasi juga dapat mendisintegrasi bangsa kita.
Munculnya gerakan-gerakan separatis yang hendak memisahkan diri dari NKRI,
serta gejolak-gejolak sosial lainnya dalam masyarakat merupakan akibat dari
terpengaruhnya pola pikir segelintir orang dalam mempengaruhi orang lain dengan
media teknologi informasi sebagai sarana penyaluran pikiran-pikiran radikalis
yang jikalau tidak difilterisasi secara baik maka jelas masyarakat akan sangat
dengan mudah terintervensi. Dengan demikian, dapat kita tarik konklusinya bahwa
sesungguhnya globalisasi mempunyai dua sisi yaitu sisi positif dan sisi
negatif. Sisi positif perlu kita ambil untuk memperbaiki atau mengembangkan
diri dalam rangka meningkatkan kualitas pribadi dan taraf hidup bermasyarakat.
Sisi negatif perlu kita tinggalkan, karena ia hanya akan menjadi benalu dan
virus yang dapat memecah belah persatuan bangsa sekaligus merusak
karakter-karakter luhur bangsa kita.
PENUTUP
Sebagai
salah satu pion dalam percaturan dunia internasional, Indonesia merupakan salah
satu negara yang menempati posisi penting karena ia sebagai salah satu negara
agraris sekaligus maritim dengan Sumber Daya Alam-nya yang melimpah ruah.
Meskipun demikian, Indonesia sendiri masih sangat membutuhkan cooperation atau kerja sama dengan
negara lain dalam membangun Ibu Pertiwi. Hal ini sebagai konsekuensi dari masih
sedikitnya tenaga ahli (Sumber Daya Manusia) yang handal dalam mengelola segala
Sumber Daya Alam yang ada untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana
amanat UUD 1945 (pasal 33).
Dengan
melakukan kerja sama dengan negara lain dalam bidang ekonomi, sosial dan
budaya, serta pertahanan dan keamanan, ekspektasinya adalah semua ini dapat
membawa implikasi yang positif bagi
kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Karena masyarakatlah yang menjadi
sasaran dari semua cooperation itu
dalam rangka mengupayakan pemajuan dan peningkatan taraf hidup secara
keseluruhan. Sebagaimana cita-cita negara proklamasi 17 Agustus 1945 yang telah
tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi
serta sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam sila-sila Pancasila.
Bangsa
Indonesia sendiri telah mempunyai rambu-rambu pembangunan, baik pembangunan
dalam bidang ilmu pengetahuan, ekonomi, hukum, sosial dan budaya yaitu
Pancasila. Dengan rambu-rambu yang sudah ada, tinggal bagaimana menjalankan
semua itu sejalan dengan relnya yang sudah ada yaitu Pancasila itu sendiri.
Sehingga globalisasi yang sedang menerpa segala penjuru dunia dapat kita hadapi
tanpa merasa takut akan kehilangan jati diri. Gaya hidup yang materialistis dan
pragmatis bukan merupakan karakter bangsa Indonesia, karakter bangsa Indonesia
adalah gemar akan gotong royong, gemar akan kebersamaan, dan saling menghormati
antara yang satu dengan yang lain tanpa melihat dia orang kaya atau miskin, dia
bangsawan atau masyarakat biasa, dia berkulit hitam atau putih, dia petani atau
konglomerat, dan lain sebagainya. Hakekat yang sama yaitu sebagai makhluk
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa mesti kita junjung tinggi dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar