Tokoh-Tokoh Dalam Teori Sosiologi
Teori Giddens
Ada dua pendekatan yang kontras bertentangan, dalam memandang realitas sosial. Pertama, pendekatan yang terlalu menekankan pada dominasi struktur dan kekuatan sosial (seperti, fungsionalisme Parsonian dan strukturalisme, yang cenderung ke obyektivisme). Kedua, pendekatan yang terlalu menekankan pada individu (seperti, tradisi hermeneutik, yang cenderung ke subyektivisme).
Ada dua pendekatan yang kontras bertentangan, dalam memandang realitas sosial. Pertama, pendekatan yang terlalu menekankan pada dominasi struktur dan kekuatan sosial (seperti, fungsionalisme Parsonian dan strukturalisme, yang cenderung ke obyektivisme). Kedua, pendekatan yang terlalu menekankan pada individu (seperti, tradisi hermeneutik, yang cenderung ke subyektivisme).
Menghadapi dua pendekatan yang
kontras berseberangan tersebut, Anthony Giddens tidak memilih salah satu,
tetapi merangkum keduanya lewat teori strukturasi. Lewat teori strukturasi,
Giddens menyatakan, kehidupan sosial adalah lebih dari sekadar
tindakan-tindakan individual. Namun, kehidupan sosial itu juga tidak
semata-mata ditentukan oleh kekuatan-kekuatan sosial.
Menurut Giddens, human agency dan
struktur sosial berhubungan satu sama lain. Tindakan-tindakan yang
berulang-ulang (repetisi) dari agen-agen individual-lah yang mereproduksi
struktur tersebut. Tindakan sehari-hari seseorang memperkuat dan mereproduksi
seperangkat ekspektasi. Perangkat ekspektasi orang-orang lainlah yang membentuk
apa yang oleh sosiolog disebut sebagai “kekuatan sosial” dan “struktur sosial.”
Hal ini berarti, terdapat struktur
sosial –seperti, tradisi, institusi, aturan moral—serta cara-cara mapan untuk
melakukan sesuatu. Namun, ini juga berarti bahwa semua struktur itu bisa
diubah, ketika orang mulai mengabaikan, menggantikan, atau mereproduksinya
secara berbeda.
Teori Cooley
Dalam perspektif ini dikenal nama
sosiolog George Herbert Mead (1863–1931), Charles Horton Cooley (1846–1929),
yang memusatkan perhatiannya pada interaksi antara individu dan kelompok.
Mereka menemukan bahwa individu-individu tersebut berinteraksi dengan
menggunakan simbol-simbol, yang di dalamnya berisi tanda-tanda, isyarat
dan kata-kata. Teori interaksionisme simbolis adalah salah satu cabang dalam
teori sosiologi yang mengemukakan tentang diri sendiri (the self) dan
dunia luarnya. Di sini Cooley menyebutnya sebagai looking glass self.
Dengan mengetahui interaksionisme simbolik sebagai teori maka kita akan bisa
memahami fenomena sosial lebih luas melalui pencermatan individu. Ada tiga
premis utama dalam teori interaksionisme simbolis ini, yakni manusia bertindak
berdasarkan makna-makna; makna tersebut didapatkan dari interaksi dengan orang
lain; makna tersebut berkembang dan disempurnakan saat interaksi tersebut
berlangsung.
Teori Erikson
Menurut Erikson, perkembangan
kepribadian seseorang itu berlangsung melalui delapan tahapan yang perpindahannya
ditandai oleh adanya krisis jati diri atau identitas. Delapan tahapan tersebut
adalah tahap bayi, tahap awal kanak-kanak, tahap bermain, tahap sekolah, tahap
remaja, tahap dewasa, tahap dewasa menengah, dan tahap tua.
Teori Horton
Menurut Horton, kepribadian adalah
keseluruhan sikap, perasaan, ekspresi, dan temperamen seseorang. Sikap,
perasaan, ekspresi, dan temperamen itu akan terwujud dalam tindakan seseorang
jika dihadapkan pada situasi tertentu. Setiap orang mempunyai kecenderungan
berperilaku yang baku, atau berpola dan konsisten, sehingga cirri khas
pribadinya.
Teori Jean Piaget
Peer group adalah kelompok
pertemanan dengan teman sebaya. Menurut Piaget, hubungan di antara teman sebaya
lebih demokratis dibanding hubungan hubungan antara anak dan orangtua. Hubungan
antarteman sebaya lebih diwarnai oleh semangat kerja sama dan saling member dan
menerima di antara anggota kelompok. Menurut Piaget, dalam keluarga, orang tua
dapat memaksakan berlakunya aturan keluarga. Dalam kelompok teman sebaya, aturan
perilaku dicari dan diuji kemanfaatannya secara bersama-sama. Ketika anak
tumbuh semakin dewasa, peran keluarga dalam perkembangan sosial semakin
berkurang dan digantikan oleh kelompok teman sebaya.
Teori Albert Bandura
Pandangan dasar teori sosialisasi adalah
bahwa penyimpangan sosial merupakan produk dari proses sosialisasi yang kurang
sempurna atau gagal. Menurut Albert Bandura misalnya, anak-anak belajar
perilaku menyimpang dengan mengamati dan meniru orang lain yang memiliki
perilaku menyimpang. Khususnya, mereka mengamati dan meniru orang yang dekat
dengannya.
Teori Emile Durkheim
Emile Durkheim, sosiolog dari
Perancis, memperkenalkan konsep tentang anomi (anomie) dalam karyanya yang
terkenal The Division of Labour in Society. Ia menggunakan konsep anomi untuk
mendeskripsikan kondisi tanpa norma yang terjadi dalam masyarakat. Anomi
berarti runtuhnya norma mengenai bagaimana masyarakat seharusnya bersikap
terhadap yang lain. Masyarakat tidak tahu lagi apa yang bias diharapkan orang
lain. Kondisi itu, menurut Durkheim, akan melahirkan perilaku menyimpang. Anomi
mengacu pada hancurnya norma-norma sosial, ketika norma tidak lagi mengontrol
tindakan anggota masyarakat.
Teori Goffman
Bagi Erving Goffman, perilaku
menyimpang terjadi karena adanya stigma. Stigma adalah pernamaan yang sangat
negative kepada seseorang/kelompok sehingga mampu mengubah secara radikal
konsep diri dan identitas sosial mereka. Adanya stigma akan membuat seseorang
atau sebuah kelompok dianggap negatif dan diabaikan, sehingga mereka disisihkan
secara sosial.
Teori Howard S. Becker
Menurut Howard S. Becker tindakan
perilaku menyimpang sesunguhnya tidak ada. Setiap tindakan sebenarnya bersifat
“netral” dan “relatif”. Artinya, makna tindakan itu relatif tergantung pada
sudut pandang orang yang menilainya. Sebuah tindakan disebut perilaku
menyimpang karena orang lain/masyarakat memaknai dan menamainya (labeling)
sebagai perilaku menyimpang. Penyebutan sebuah tindakan sebagai perilaku
menyimpang sangat bergantung pada proses deteksi, definisi, dan tanggapan
seseorang terhadap sebuah tindakan.
Teori Caesare Lombroso
Lombroso menyatakan, bahwa pelaku
kejahatan pada umumnya memiliki cirri-ciri fisik yang berbeda bila dibandingkan
dengan orang kebanyakan. Menurutnya, para pelaku kajahatan umumnya memiliki
cirri fisik: raut muka murung/sedih, rahang dan tulang pipi menonjol keluar,
bulu-bulu yang berlebihan, dan jari-jari yang luar biasa panjang, sehingga
membuat mereka menyerupai nenek moyang manusia (kera).
Teori Robert K. Merton
Teori ketegangan (strain theory)
dikemukakan oleh Robert K. Merton. Ia menyatakan bahwa perilaku meyimpang lahir
dari kondisi sosial terentu. Tepatnya, munculnya perilaku menyimpang ditentukan
oleh seberapa baik sebuah masyarakat mampu menciptakan keselarasan antara aspirasi
warga masyarakat dengan cara pencapaian yang dilegalkan masyarakat. Jika tidak
ada keselarasan antara aspirasi-aspirasi warga masyarakat dengan cara-cara
legal yang ada, maka akan lahir perilaku menyimpang. Jadi, perilaku menyimpang
merupakan akibat dari adanya ketegangan antara aspirasi apa yang dianggap
bernilai oleh warga masyarakat dan cara pencapaian aspirasi yang dianggap sah
oleh masyarakat.
Junaidi Doni Luli
Mahasiswa Hukum dan Kewarganegaraan
Universitas Negeri Malang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar