PANCASILA DI TENGAH KONDISI BANGSA INDONESIA SAAT INI
Junaidi Doni Luli
(130711615631)
Mahasiswa Angkatan
2013
Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan
Abstrak:
Pada era reformasi saat ini, Pancasila
yang merupakan dasar negara serta ideologi yang memuat nilai-nilai karakter bangsa
pada sila-silanya tidak diimplementasikan secara murni dan konsekuen baik oleh
pemerintah maupun rakyat secara keseluruhan. Hal ini tentu bertolak belakang
dengan apa yang diperjuangkan dalam mencapai reformasi hingga berakhirnya rezim
Soeharto pada 1998 silam. Akibatnya berbagai persoalan internal maupun eksternal
bermunculan. Hal ini tentu berimbas pada kondisi dan keseimbangan serta
kestabilan negara ini. Sehingga aktualisasi karakter yang bersumber pada
nilai-nilai Pancasila merupakan hal yang mutlak dan tidak dapat ditunda lagi.
Karena hanya itulah yang dapat kita lakukan agar kita tetap tegar menghadapi
segala goncangan yang terjadi sehingga kita tetap terintegrasi dalam wadah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Kata kunci: Pancasila, kondisi, bangsa Indonesia
Saat ini kita sering mendapat atau mendengar informasi
dari berbagai sumber atau media seperti radio, televisi, koran, dan sebagainya
mengenai berbagai dinamika sosial yang terjadi di masyarakat kita. Dinamika itu
di antaranya adalah pemilihan umum legislatif yang baru saja kita lalui,
bencana alam, kasus pemerkosaan, bentrokan antar warga maupun pelajar, perdagangan
anak, kasus TKI di luar negeri, kasus narkoba, demonstrasi karena kenaikan
harga, kasus pornografi, kasus pembunuhan, kasus korupsi yang dilakukan oleh
para birokrat, dan berbagai persoalan lainnya. Dengan munculnya berbagai
persoalan yang ada, pemerintah melalui lembaga yang berwenang juga mulai
berusaha untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi ini. Berbagai
upaya telah dilakukan. Meskipun demikian, kadang perjuangan dan harapan tidak
sesuai dengan realita. Masih ada hambatan-hambatan yang mesti dihadapi untuk
menyelesaikan semua itu.
Dari berbagai fenomena sosial yang ada, kasus pelanggaran
hukum merupakan persoalan yang sangat sulit untuk diselesaikan dari pada
persoalan-persoalan lain. Hal ini tentu menandakan bahwa kesadaran hukum di
republik ini masih rendah. Masalah hukum yang sering dilanggar oleh para
birokrat seperti kasus korupsi, kolusi,
nepotisme, gratifikasi, dan berbagai kasus lainnya sepertinya sulit untuk
diselesaikan atau bahkan tidak bisa dihilangkan dari negeri ini. Selain itu,
kasus- kasus pelanggaran hukum yang dilakukan oleh masyarakat juga kian marak. Apakah
ini semata-mata karena kesadaran untuk mematuhi dan menjalani hukum masih
rendah, atau juga karena peraturan perundang-undangan (sistem) yang ada masih
belum tegas sehingga kasus yang sama sering terjadi seperti korupsi dan juga
beberapa kasus lain. Ini tentu menjadi pertanyaan dan tantangan bagi kita
semua.
EKSISTENSI
PANCASILA DALAM MASYARAKAT INDONESIA
Melihat realita-realita yang ada, dapat ditarik benang
merah bahwa penghayatan dan pengimplementasian nilai-nilai Pancasila pada era
reformasi saat ini tidak jauh beda dengan era orde baru yang lalu. Yang mana
pada awalnya Pancasila dan UUD 1945 hendak dijadikan sebagai acuan dalam
penyelenggaraan negara secara murni dan konsekuen malah banyak yang melenceng
dari tujuan awal itu. Pemahaman dan pengimplementasian nilai-nilai Pancasila tersebut dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara tentu merupakan suatu keharusan karena kalau dilihat
dari aspek yuridis, Pancasila dinyatakan sebagai sumber dari segala sumber
hukum yang ada di negara ini. Dalam UUD 1945 pasal 1 ayat (3) juga menyatakan
“Negara Indonesia adalah negara hukum”. Berarti jelas bahwa dalam
penyelenggaraan negara serta segala sesuatunya yang menyangkut kepentingan masyarakat
di negara ini mesti berdasarkan hukum yang tidak terlepas dari Pancasila sebagai
sumber utamanya.
Pancasila juga merupakan nilai-nilai luhur bangsa yang
ada di dalam masyarakat kita di seluruh kepulauan Nusantara ini. Nilai luhur
bangsa yang dimaksud adalah nilai gotong royong, nilai religius, nilai
toleransi, nilai keadilan, nilai demokrasi, saling mencintai dan menghargai
antar sesama, tanggung jawab, serta nilai-nilai lain mesti kita pahami dan
ilhami dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu, Pancasila juga
merupakan sumber hukum nasional dan juga cita-cita bangsa Indonesia. Dalam
artian bahwa Pancasila beserta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya mesti
dijabarkan menjadi norma moral, norma hukum, serta etika dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Dengan demikian, secara formal bangsa Indonesia telah
memiliki dasar serta pedoman yang jelas
untuk melaksanakan pembangunan dan mewujudkan masa depan yang dicita-citakan
itu. Persoalannya adalah bagaimana untuk memahami serta mengimpelentasikan apa
yang sudah ada ini ke dalam kehidupan praktis di setiap pribadi kita
masing-masing terutama para birokrat yang duduk dalam lembaga negara yang
notabene sebagai pelaksana sekaligus pemegang kendali pembangunan tersebut. Hal
ini agar bangsa ini tidak kehilangan jati diri serta pegangan untuk menghadapi
krisis multi dimensi yang sedang melanda negeri ini dalam mencapai masa depan
yang dicita-citakan itu.
IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PANCASILA SAAT INI
IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PANCASILA SAAT INI
Pemerintah maupun DPR RI sebagai lembaga representasi
seluruh rakyat Indonesia yang membuat dan menetapkan peraturan
perundang-undangan yang ada di republik ini, sebenarnya mereka dituntut lebih untuk
menunjukan sikap dan tindakan yang patut dijadikan contoh bagi masyarakat. Tapi
realita berbicara lain. Sebagai anggota lembaga perwakilan rakyat yang
mempunyai salah satu tugas dan fungsi untuk membuat undang-undang (fungsi
legislasi), ternyata angka pelanggaran hukum seperti kasus korupsi sangat
tinggi di lembaga ini. Fenomena ini juga tentu bertolak belakang dengan apa
yang seharusnya dilakukan lembaga negara ini. Kondisi semacam ini tidak hanya
terjadi di pusat, tapi menjalar sampai ke daerah-daerah bahkan sampai ke desa-desa.
Saat ini tidak hanya lembaga DPR yang berhasil dijamah
korupsi maupun kasus hukum lainnya, lembaga negara terpercaya independensi dan
integritasnya seperti Mahkmah Konstitusi pun berhasil dinodai oleh tindakan
kotor ini. Kondisi inilah yang kemudian menyebabkan turunnya kepercayaan dan
optimisme publik terhadap lembaga-lembaga negara yang ada. Eksistensi lembaga
negara seperti DPR RI, POLRI, dan Mahkamah Konstitusi di mata rakyat sepertinya
tidak terlalu sakral lagi karena menyimpang dari apa yang seharusnya lembaga
ini berbuat atau bertindak. Dalam artian lembaga yang seharusnya menjadi tameng
atau penegak hukum, malah lembaga ini yang melanggar hukum tersebut. Begitu
pula kasus-kasus pelanggaran hukum yang dilakukan oleh masyarakat luas
se-Nusantara ini. Penegakan hukumnya masih belum seadil-adilnya. Artinya hukum
yang dibuat ini belum disertai dengan rasa konsisten atau tekad yang penuh
untuk menjalankan dan menaati hukum yang tercipta itu secara murni dan
konsekuen. Hal ini juga tentu berkaitan dengan memudarnya nilai-nilai luhur
bangsa seperti keadilan dan persamaan hak dan kedudukan dalam hukum.
Di tengah kondisi hiruk pikuk negeri ini, jati diri bangsa
yaitu Pancasila seakan-akan terlupakan. Hal ini bisa dibuktikan dengan berbagai
realita empiris yang ada di sekeliling kita baik itu adanya pengabaian atau
pelanggaran hak, diskriminasi, dan sebagainya. Lantas apa yang mesti kita
lakukan? Apakah Pancasila hanya pantas untuk dihafal tanpa ada implementasi
nyata? Tentu tidak. Kita tentu punya tanggung jawab dan tugas untuk
menghidupkan kembali apa yang terkandung dalam Pancasila itu. Semua elemen dan
kekuatan yang ada dalam bangsa ini khususnya kaum cendekiawan mesti secara
sinergis untuk mengobarkan kembali api semangat Pancasila dalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia ini agar nilai-nilai karakter yang terkandung dalam
sila-sila Pancasila itu bisa diaplikasikan secara nyata dalam kehidupan
bermasyarakat. Nilai gotong royong, nilai religius, nilai toleransi, nilai
tanggung jawab, nilai keadilan, nilai demokrasi, saling mencintai dan
menghargai antar sesama, serta nilai-nilai lain mesti kita pahami dan wujud
nyatakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga dengan demikian akan
munculnya kesadaran hukum serta tanggung
jawab masyarakat secara personal maupun dalam masing-masing lembaga pemerintahan
akan terbangun.
Semua elemen bangsa baik masyarakat maupun pemerintah
dari Sabang sampai Merauke mesti menyatukan tekad untuk hal ini agar
terciptanya suasana harmonis dan damai untuk mewujudkan cita-cita bangsa ini sebagaimana
yang telah diamanatkan dalam Pancasila dan UUD 1945. Tentu dengan profesi kita
masing-masing dan memiliki kesadaran untuk mengisi kemerdekaan yang diwariskan
oleh para pendiri negara (founding father)
ini dengan penuh tanggung jawab dan sejalan dengan apa yang digariskan dalam
peraturan perundang-undangan yang ada. Berkarya dan berbakti kepada bangsa dan
negara merupakan sebuah keharusan yang wajib diemban oleh masing-masing
personal dalam masyarakat. Penulis secara pribadi sangat optimis jikalau apa
yang terkandung di dalam Pancasila kita hayati dan implementasikan secara murni
dan konsekuen, maka persoalan-persoalan yang ada dapat diselesaikan secara
cepat dan tepat sehingga pada ahhirnya terciptalah kondisi harmonis dan
kondusif, seimbang dan selaras seperti yang telah tergambar dalam Pancasila
khususnya sila ke-5 yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia serta
penjabarannya dalam pembukaan UUD 1945 khususnya alinea ke-IV.
TANTANGAN BANGSA INDONESIA DALAM ERA GLOBALISASI
Pada dasarnya tegaknya hukum dan keadilan di negeri ini
ialah wujud kesejahteraan manusia secara lahir maupun batin, sosial dan moral.
Kesejahteraan secara lahir batin terutama terjaminnya keadilan sosial bagi
seluruh rakyat yaitu sandang, pangan, papan, rasa keamanan dan keadilan, serta
kebebasan beragama atau kepercayaan. Kita mesti bersyukur meskipun bangsa ini diderah
oleh berbagai persoalan yang datang silih berganti tetapi kita masih teguh dan
utuh dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang bermasyarakat
plural atau heterogen baik dari aspek budaya, etnik, adat istiadat, bahasa, dan
religi. Hal ini tentu berkaitan juga dengan faktor yang dapat menyebabkan
integrasi NKRI ini mulai dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau
Rote. Menurut Suko Wiyono (2012:34), faktor-faktor yang dapat mengintegrasikan
bangsa Indonesia ini antara lain: (1) Nilai-nilai luhur Pancasila (fundamental,
instrumental, praksis), (2) Hukum yang ditegakan secara konsisten dan adil, (3)
Kepemimpinan yang efektif, (4) Pembangunan yang bermuatan harmoni, dan (5)
Kekuatan (force). Sedangkan
faktor-faktor yang dapat menyebabkan disintegrasi bangsa Indonesia adalah: (1)
Kekuatan neoliberalisme yang mengubah negara kesejahteraan menjadi negara
korporasi (dari welfare state menjadi
corporate state). Fundamentalisme
pasar, (2) Fundamentalisme theokrasi dan sektarianisme, (3) Kesenjangan struktural,
(4) Separatisme, (5) Kekerasan politik, (6) Dampak globalisme, (7) Sentralisasi
dan desentralisasi yang tidak berorientasi pada kepentingan publik.
Rentetan peristiwa kerusuhan yang terjadi di beberapa
daerah seperti di Aceh, Papua, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, dan Ambon
merupakan fenomena yang dikhawatirkan akan mengarah pada disintegrasi bangsa.
Untuk mengatasi dan mencari solusi untuk fenomena itu, maka perlu digiatkan
pendidikan karakter (character building),
karena perilaku masyarakat amat erat kaitannya dengan tingkat penghayatan dan
pengamalan masyarakat terhadap nilai-nilai luhur Pancasila. Pendidikan karakter
merupakan suatu kebutuhan sosio kultural
yang sangat mendesak bagi kehidupan yang berkeadaban. Pewarisan nilai antar
generasi dan dalam satu generasi merupakan wahana sosiopsikologis dan menjadi
tugas dari proses peradaban-peradaban (Budimansyah, 2010:149).
Pemahaman serta kesadaran untuk menjalankan dan mematuhi
segala peraturan perundang-undangan yang ada mesti ditanamkan dalam hati dan
sanubari kita masing-masing. Hal ini tentu lebih efektif kalau dilakukan sejak
kecil. Hal ini tentu berkaitan dengan lembaga pendidikan seperti sekolah-sekolah
dasar, menengah pertama, menengah atas, sampai pada perguruan tinggi. Melalui
mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), nampak bahwa
pemerintah secara serius menanamkan nilai-nilai luhur yang ada di dalam Pancasila
kepada peserta didik sehingga kelak mereka tahu akan hak dan kewajibannya dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara ini serta mampu mengimplemantasikan
nilai-nilai Pancasila yang ada. Karena pendidikan juga tidak hanya mencetak
manusia-manusia yang cerdas, terampil, namun juga mempertahankan, mengembangkan
dan mengimplementasikan nilai-nilai filosofi bangsa yang merupakan identitas
sekaligus ciri khas bangsa Indonesia.
Melihat realita saat ini, memang kita akui bahwa bangsa
ini sedang mengalami degradasi terutama di kalangan muda maupun masyarakat pada
umumnya. Degradasi ini tentu merupakan sesuatu yang menyimpang dari yang
seharusnya di mana ini merupakan salah satu dampak negatif dari globalisasi
yang tidak difilterisasi secara baik dan murni. Hal ini ditandai dengan
banyaknya kasus pemerkosaan, pembunuhan, perampokan, perdagangan anak,
penggunaan narkoba, pornografi dan sebagainya. Dapat dikatakan bahwa hal ini
berkaitan dengan degradasi moral. Degradasi ini dapat kita atasi dengan
filterisasi pengaruh globalisasi secara murni dan juga dengan memperdalam
pemahaman serta pengamalan nilai religius dengan cara mendekatkan diri kepada
Allah SWT, serta dengan cara positif lain yang berhubungan dengan nilai susila
dan moral yang ada dalam masyarakat bangsa ini.
Apabila bangsa ini tidak mampu menyesuaikan dengan
perubahan zaman yang terjadi, maka dapat dipastikan bahwa kita akan tergerus
olehnya. Ancaman itu datang dari dalam (internal) kalau kita tidak berpegang
teguh pada filsafat dan ideologi bangsa kita sendiri yaitu Pancasila. Bicara
soal pengaruh luar seperti dampak globalisasi, memang tidak bisa kita hindari. Tetapi
pengaruh dan perubahan yang datang dari luar seperti globalisasi mesti difilterisasi
dengan nilai dan norma yang ada dalam masyarakat kita sehingga kelak kita tidak kehilangan jati diri. Apa
yang sesuai dengan budaya bangsa, nilai dan norma yang ada ada dalam masyarakat
kita bawa dan jadikan sebagai nilai tambah. Sedangkan apa yang bertentangan
atau bertolak belakang dengan budaya bangsa, maka segera kita tinggalkan.
PANCASILA SEBAGAI PAYUNG NKRI
Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),
dan Bhineka Tunggal Ika yang lebih lazimnya disebut dengan istilah “4 Pilar”
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara mesti diletakan pada bagian terdepan
dalam penyelenggaraan negara baik secara ke dalam (internal) maupun ke luar
(eksternal). Ke dalam (internal) artinya segala sesuatu yang menyangkut
penyelenggaraan di dalam negara yang berkaitan dengan permasalahan sosial,
ekonomi, budaya, dan berbagai permasalahan horisontal lainnya mesti berdasarkan
pilar-pilar di atas. Sedangkan ke luar (eksternal) artinya segala sesuatu yang
berkaitan dengan penyelenggaraan negara ke luar seperti mengadakan perjanjian,
kerjasama pertahanan dengan negara lain, dan sebagainya juga mesti berdasarkan
pada pilar-pilar berbangsa dan bernegara ini. Hal ini tentu berkaitan dengan
posisi sakralnya 4 pilar tersebut. Dan juga ke-4 pilar dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara ini menjadi ciri khas yang membedakan eksistensi bangsa
Indonesia dengan bangsa-bangsa lain di dunia ini.
Bangsa Indonesia yang dianugerahi berbagai sumber daya
dan potensi-potensi alam yang ada tentu menjadi sebuah rahmat atau nilai tambah
bagi bangsa ini untuk maju dan memakmurkan serta menyejahterakan masyarakat
secara keseluruhan. Seperti yang telah diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 33 ayat
(3) “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-sebesar kemakmuran rakyat”. Tinggal saja
bagaimana sumber daya dan potensi alam yang ada diolah dan dimanfaatkan sepenuhnya
sesuai dengan bunyi UU di atas untuk kesejahteraan dan kepentingan rakyat tanpa
ada campur aduk kepentingan dari pihak-pihak tertentu. Bangsa Indonesia juga
dianugerahi berbagai keanekaragaman budaya dan adat istiadat masyarakat yang
tersebar di seluruh kepulauan Nusantara ini. Hal ini patut menjadi kebanggaan
tersendiri bagi bangsa Indonesia karena sepanjang waktu kita akan tetap bersama
di bawah naungan NKRI serta dipayungi ideologi Pancasila yang bersemboyan
Bhineka Tunggal Ika sebagai kunci pemersatu segala keanekaragaman yang ada.
Meskipun saat ini kondisi faktual bangsa kita sering mengalami gejolak-gejolak
mungkin karena ada perbedaan kepentingan maupun perbedaan hal lainnya.
Integrasi serta kesamaan kedudukan dalam berbagai lini kehidupan bangsa mesti
dilakukan secara murni. Sehingga hal-hal yang dapat mendisintegrasikan bangsa
ini bisa diminimalisir kehadirannya.
Ciri khas individu
warga negara Indonesia untuk bergotong royong, tolong menolong, dan saling
menghargai baik di dalam keluarga, masyarakat, maupun bangsa dan negara telah
tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yang tidak lain adalah penjabaran dari
nilai-nilai Pancasila yang sudah ada. Nilai-nilai sila-sila Pancasila yaitu
kepejuangan, mengemban tugas untuk melindungi bangsa serta seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta
turut serta menjaga ketertiban dunia. Hal ini tentu berkaitan juga dengan
cita-cita bangsa yang mesti diwujudkan yaitu merdeka, bersatu, berdaulat, adil
dan makmur.
Menurut Suko Wiyono (2012:95) Pancasila sebagai pandangan
hidup bangsa, dasar negara, serta ideologi bangsa yang memuat nilai-nilai atau
karakter bangsa Indonesia terkandung dalam sila-sila Pancasila yaitu sebagai
berikut:
1.
Nilai-nilai
Ketuhanan Yang Maha Esa di dalamnya terkandung prinsip asasi seperti
kepercayaan dan ketakwaan pada Tuhan Yang Maha Esa, kebebasan beragama dan
berkepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa sebagai hak paling asasi bagi manusia,
toleransi di antara umat beragama dan berkepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa,
serta kecintaan pada semua makhluk ciptaan Tuhan, khususnya makhluk manusia.
2.
Nilai-nilai
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab di dalamnya terkandung prinsip asasi seperti kecintaan
pada sesama manusia sejalan dengan prinsip bahwa manusia adalah satu adanya, kejujuran,
kesamaderajatan manusia, keadilan, dan keadaban.
3.
Nilai-nilai
Persatuan Indonesia di dalamnya terkandung prinsip asasi seperti persatuan,
kebersamaan, kecintaan pada bangsa dan tanah air, serta Bhineka Tunggal Ika.
4.
Nilai-nilai
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan di dalamnya terkandung prinsip asasi seperti
kerakyatan, musyawarah mufakat, demokrasi, hikmat kebijaksanaan, dan
perwakilan.
5.
Nilai-nilai
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia di dalamnya terkandung prinsip
asasi seperti keadilan, keadilan sosial, kesejahteraan lahir dan batin, kekeluargaan
dan kegotongroyongan.
Agar nilai-nilai serta prinsip-prinsip asasi yang
terkandung di dalam Pancasila ini dapat terimplementasi secara murni dan
konsekuen maka pembentukan karakter pada setiap generasi bangsa mesti dilakukan
secara optimal. Hal ini sangat memerlukan kerjasama serta partisipasi aktif
dari seluruh elemen bangsa seperti para guru, orang tua, serta masyarakat
secara keseluruhan. Sehingga harapannya dengan dijiwai dan diimplementasikan
nilai-nilai Pancasila yang ada, tujuan serta cita-cita dari pada bangsa dan
negara ini dengan mudah tercapai.
PENUTUP
Dengan melihat berbagai persoalan-persoalan yang timbul saat ini baik persoalan yang berkaitan dengan moral, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan dan keamanan, serta persoalan lainnya maka kita bisa mengatakan bahwa bangsa ini sedang dilanda krisis multi dimensi. Persoalan mendasar seperti moral dan sosial tidak lain karena disebabkan oleh memudarnya nilai-nilai luhur bangsa ini yang lebih riilnya telah tertuang dalam Pancasila dan jabarannya dalam pembukaan UUD 1945. Persoalan mendasar yaitu moral dan sosial inilah yang kemudian bermuara pada persoalan lain seperti ekonomi, sosial, dan budaya. Oleh karena Pancasila ini mengandung nilai-nilai luhur bangsa, dan juga merupakan sumber dari segala sumber hukum yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini maka penghayatan dan pengimplementasian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi sebuah kewajiban mutlak. Hal ini dilakukan agar keseimbangan serta keselarasan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini dapat tercipta sehingga cita-cita dari negara Proklamasi pada 17 Agustus 1945 itu dapat dengan mudah dicapai.
DAFTAR RUJUKAN
Wiyono, Suko, 2012, Reaktualisasi
Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernergara, Malang: Universitas
Wisnuwardhana Malang press
Budimansyah Dasim, 2010, Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Membangun Karakter Bangsa, Widya
Bandung: Aksara press
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
perubahan ke IV.
Kansil, C.S.T., 1980, Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta: Pradnya Paramita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar